30 Januari 2012

Pelantikan / Pengukuhan BAZ Kec. Pakenjeng

1 komentar | Read more...
 

Awal Tahun 2012, tepatnya Tanggal 29 Januari 2012 M / 5 Rabiul Awwal 1433 H, Ketua BAZ Kab. Garut, Rofiq Azhar, S.Ag, MM, menghadiri acara pelantikan Kepengurusan BAZ Kec. Pakenjeng yang langsung dilksanakan oleh Camat Pakenjeng, Ahmad Mawardi, AP. Adapun Ketua BAZ Kec. Pakenjeng untuk Periode Tahun 2012 - 2015 adalah KH. Gun gun Saefullah, Pimpinan Pontren Nurul Falah Cinangsi Depok Pakenjeng 

 Pada sambutannya, Bapak Camat Pakenjeng menginformasikan bahwa sebenarnya potensi zakat di wilayahnya cukup prospektif, diantaranya potensi perkebunan PT Condong, beberapa tambang emas, pertanian, perkebunan, perdagangan dan potensi zakat lainnya yang masih belum digali secara optimal

Dalam kesempatan ini pula, Ketua BAZ Kab. Garut memberikan arahan dan pencerahan, khususnya kepada para pengurus BAZ Kec. Pakenjeng, antara lain :
  • Kp. Nangka Ds. Panyindangan merupakan salah satu di Kab. Garut yang pernah menggalakan BMZIS Desa melalui Zakat Padi hingga mencapai + 26 ton/tahun
  • Revitalisasi kelembagaan ZIS di setiap hirarki kepengurusan baik level Kabupaten, Kecamatan maupun Desa sesuai ketentuan syariat dan perundang-undagan yang berlaku
  • Meningkatkan Profesionalisme pelayananan kepada Muzakki dan Mustahik
  • Eksistensi BAZ sebagai partisipasi pembangunan daerah dalam bidang pemberdayaan umat
 
Bertepatan itu pula sekaligus dilakukan pelantikan pengurus MUI Kec. Pakenjeng yang dihadiri oleh Sekum MUI Kab. Garut, H. Djudju Nuzuludin, Sekretaris Komisi Fatwa MUI Kab. Garut, KH. Engking Munawar beserta staf MUI Kab. Garut lainnya. (driez)

3 Mei 2011

BAZ Kabupaten Garut Peduli Korban Longsor

5 komentar | Read more...
"Indahnya berbagi"

Garut, Senin, (02/05/11) BAZ kabupaten Garut memberikan santunan kepada para keluarga korban bencana longsor di Desa Godog Kec. karangpawitan dan Kel. Sukanegla Kec. Garut Kota.

Pemberian bantuan ini terlaksana setelah Team melakukan survei dan verifikasi di tempat kejadian.

Bantuan ini diserahkan langsung oleh Direktur Pendistribusian, Maman Suryaman, S.IP kepada keluarga korban. Penyerahan itu dilaksanakan di kantor Desa/kelurahan dihadiri oleh Kepala Desa / Lurah setempat.

Bantuan yang diberikan berupa Biaya Pendidikan dan Pengembangan Ekonomi dengan total sebesar Rp. 1.000.000,- (Satu juta rupiah).

Memperhatikan masalah bencana yang menghantui masyarakat Garut, maka diharapkan adanya partisipasi dari seluruh komponen masayarakat dalam menangani masalah tersebut. (driez)

21 April 2011

Membangun Transparansi dan Akuntabilitas Lembaga Pengelola Zakat

0 komentar | Read more...
Membangun Transparansi dan Akuntabilitas
Lembaga Pengelola Zakat

Oleh: Drs. Agus Sucipto, MM
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
(QS. at-Taubah : 103)

Pendahuluan
Ayat di atas menjelaskan bahwa zakat itu diambil (dijemput) dari orang-orang yang berkewajiban berzakat (muzakki) untuk kemudian diberikan kepada mereka yang berhak menerimanya (mustahik). Petugas yang mengambil dan yang menjemput itu adalah para Amil zakat. Menurut Imam Qurthubi Amil itu adalah orang-orang yang ditugaskan (diutus oleh imam/pemerintah) untuk mengambil, menuliskan, menghitung, dan mencatat zakat yang diambil dari para muzakki untuk kemudian diberikan kepada yang berhak menerimanya.

Untuk itu, Rasulullah SAW pernah mempekerjakan seorang pemuda dari suku Asad, yang bernama Ibnu Lutaibah untuk mengurus zakat Bani Sulaim. Beliau juga pernah mengutus Ali bin Abi Thalib ke Yaman untuk menjadi Amil zakat. Selain Ali bin Abi Thalib, Rasulullah juga pernah mengutus Muadz bin Jabal ke Yaman, yang di samping bertugas sebagai dai (menjelaskan Islam secara umum), juga mempunyai tugas khusus menjadi Amil Zakat.

Sejarah perjalanan profesi Amil Zakat telah ditorehkan berabad abad silam dan telah dicontohkan oleh Rasulullah dan para sahabatnya. Di Indonesia sejarah kelahiran Amil zakat telah digagas sejak 13 abad yang lalu saat Islam mulai masuk ke bumi nusantara. Sejak itu cahaya Islam menerangi tanah air yang membentang dari Aceh hingga Papua. Setahap demi setahap masyarakat di berbagai daerah mulai mengenal, memahami dan akhirnya mempraktikkan Islam. Namun dalam perjalanan yang telah melewati masa berabad-abad tersebut, praktik pengelolaan zakat masih dilakukan dengan sangat sederhana dan alamiah. Setelah melewati fase pengelolaan zakat secara individual, kaum muslimin di Indonesia menyadari perlunya peningkatan kualitas pengelolaan zakat. Masyarakat mulai merasakan perlunya lembaga pengelola zakat, infaq, dan sedekah. Dorongan untuk melembagakan pengelolaan zakat ini terus menguat. Hingga saat ini pertumbuhan Lembaga Amil Zakat dari tahun ke tahun terus berkembang dan cukup membanggakan. Dari pertumbuhan ini dapat disimak lebih dalam bagaimana LAZ itu bergeliat mengelola dana zakat, infaq, dan sedekah. Salah satu yang tampak jelas adalah adanya transparansi dan akuntabilitas dana-dana publik yang diamanahkan kepada lembaga zakat. Lahirnya lembaga amil zakat juga menyemangati masyarakat untuk membayar zakat melalui lembaga. Dari sisi kompetensi, Amil zakat dituntut untuk profesional, amanah dan memahami fikih serta manajemen zakat. Memilih amil yang profesional pun dilakukan oleh lembaga pengelola zakat dengan sangat ketat melalui proses perekrutan dengan berbagai tahapan. Mulai dari wawancara, tes Psikologi, tes pemahaman tentang fikih dan menajemen zakat serta kompetensi yang berhubungan dengan pekerjaan yang akan dilakukan. Sementara itu paradigma kalau zakat itu wajib, sehingga sosialisasinya seadanya juga sudah berubah. Promosi lembaga zakat kini sudah merambah multi media. Lembaga zakat bahkan telah bermitra dengan berbagai perusahaan untuk sinergi dalam program-program pemberdayaan yang akan digagas serta berkreasi bagaimana membuat program yang menyentuh aspek sosial yang sesungguhnya. Dengan program pemberdayaan yang menarik, kepercayaan dari donatur pun akan tumbuh. Kuatnya para pegiat zakat ini terlihat dari semangat dan kreatifitas menggagas program-program pemberdayaan yang memberi dampak yang berkelanjutan bagi kaum dhuafa.

Menurut Yusuf Qardawi, Amil adalah mereka yang melaksanakan segala kegiatan urusan zakat, mulai dari para pengumpul sampai kepada bendahara dan para penjaganya. Juga mulai dari pencatat sampai kepada penghitung yang mencatat keluar masuknya zakat, dan membagi kepada mustahiknya. Salah satu aktivitas amil adalah melakukan kegiatan penggalangan dana zakat, infaq, sedekah dan wakaf dari masyarakat, baik individu, kelompok organisasi dan perusahaan yang akan disalurkan dan didayagunakan untuk mustahik atau penerima zakat. Dalam hal ini amil dituntut kompetensinya untuk merancang strategi penghimpunan yang efektif mulai dari memahami motivasi donatur, (muzaki), program, dan metodenya.

Secara manajemen, lembaga pengelola zakat telah melakukan berbagai perubahan. Seperti DSNI Amanah misalnya, transaksi pembayaran zakat sudah dilakukan dengan sistem komputerisasi. Semua donatur yang membayar zakat terdata dengan rapi. Begitu pula mustahik yang menerima manfaat. Dari sisi transparansi keuangan, DSNI Amanah telah melakukan Audit bersama akuntan publik dengan hasil yang wajar secara meterial. Agar kemudahan komunikasi terjalin harmonis dengan masyarakat. DSNI Amanah membuat media komunikasi berupa bulletin dan News Letter. DSNI Amanah juga telah menyediakan website bagi donatur yang ingin mengetahui secara lengkap mengenai program pemberdayaan dan konsultasi zakat. Bahkan agar sistem administrasi dan profesionalisme lembaga semakin solid, DSNI Amanah telah melakukan implementasi ISO 9001 : 2000. sertifikasi untuk lembaga pengelola zakat. bagi Amil zakat, pergulatan memungut zakat adalah bagian dari amanah yang harus ditunaikan. Membagi cinta dan kasih sayang dengan kaum dhuafa adalah bagian dari episode dari kisah perjalanan yang menjadi kenangan terindah hingga ujung usia.

Bagi umat Islam, zakat merupakan salah satu rukun Islam dan perintah untuk menunaikan zakat sama tingkatannya dengan perintah untuk melaksanakan shalat. Akan tetapi kenyataannya umat Islam lebih banyak terkonsentrasi pada masalah shalat dan hal yang terkait dengannya. Padahal shalat dan zakat adalah dua pilar yang saling melengkapi. Jika shalat termasuk ibadah jismiyah maka zakat adalah ibadah maliyah, yaitu ibadah dari harta yang dimiliki. Jika shalat menyucikan fikiran dan hati maka zakat menyucikan harta dan menumbuhkannnya. Perkembangan lembaga pengelola zakat di tanah air kita telah menunjukkan kemajuan yang cukup signifikan, meski terdapat kendala dan kekurangan yang perlu diperbaiki di masa yang akan datang. Kemajuan tersebut melahirkan kebutuhan terhadap piranti yang dimiliki oleh setiap lembaga pengelola zakat yang dituntut agar bekerja secara profesional, amanah, transparan, dan akuntabel.

Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, pengelolaan zakat adalah kegiatan yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap pendistribusian serta pendayagunaan zakat. Sebelum mendiskusikan tentang pengelolaan zakat maka yang perlu pertama kali di dibicarakan adalah menentukan VISI dan MISI dari lembaga zakat yang akan dibentuk. Bagaimana visi lembaga zakat yang akan dibentuk serta misi apa yang hendak dijalankan guna menggapai visi yang telah ditetapkan, akan sangat mewarnai gerak dan arah yang hendak dituju dari pembentukan lembaga zakat tersebut. Visi dan misi ini harus disosialisasikan kepada segenap pengurus agar menjadi pedoman dan arah dari setiap kebijakan atau keputusan yang diambil sehingga lembaga zakat yang dibentuk memiliki arah dan sasaran yang jelas.

Selanjutnya adalah melakukan pengelolaan zakat sebagaimana dijelaskan dalam maksud definisi pengelolaan zakat di atas. Pertama adalah kegiatan perencanaan, yang meliputi perencanaan program dan budgetingnya serta pengumpulan (collecting) data muzakki dan mustahiq, kemudian pengorganisasian meliputi pemilihan struktur organisasi (Dewan Pertimbangan, Dewan Pengawas dan Badan Pelaksana), penempatan orang-orang (amil) yang tepat dan pemilihan sistem pelayanan yang memudahkan ditunjang dengan perangkat lunak (software) yang memadai, kemudian dengan tindakan nyata (pro active) melakukan sosialisasi serta pembinaan baik kepada muzakki maupun mustahiq dan terakhir adalah pengawasan dari sisi syariah, manajemen dan keuangan operasional pengelolaan zakat. 4 (empat) hal di atas menjadi persyaratan mutlak yang harus dilakukan terutama oleh lembaga pengelola zakat baik oleh BAZ (Badan Amil Zakat) maupun LAZ (Lembaga Amil Zakat) yang profesional.

Tujuan besar dilaksanakannya pengelolaan zakat adalah (1) meningkatnya kesadaran masyarakat dalam penunaian dan dalam pelayanan ibadah zakat. Sebagaimana realitas yang ada di masyarakat bahwa sebagian besar umat Islam yang kaya (mampu) belum menunaikan ibadah zakatnya, jelas ini bukan persoalan kemampuan akan tetapi adalah tentang kesadaran ibadah zakat yang kurang terutama dari umat Islam sendiri. (2) meningkatnya fungsi dan peranan pranata keagamaan dalam upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial. Zakat adalah merupakan salah satu institusi yang dapat dipakai untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat atau menghapuskan derajat kemiskinan masyarakat serta mendorong terjadinya keadilan distribusi harta. Karena zakat itu dipungut dari orang-orang kaya untuk kemudian didistribusikan kepada fakir miskin di daerah asal zakat itu dipungut. Jelas hal ini akan terjadi aliran dana dari para aghniya kepada dhuafa dalam berbagai bentuknya mulai dari kelompok konsumtif maupun produktif (investasi). Maka secara sadar, penunaian zakat akan membangkitkan solidaritas sosial, mengurangi kesenjangan sosial dan pada gilirannya akan mengurangi derajat kejahatan di tengah masyarakat. Lembaga zakat harus memahami peranan ini, sebagaimana Qur’an sendiri menfirmankan, “Kaila yakuna dhulatan bainal aghniyaĆ¢ minkum” agar harta itu tidak saja beredar di antara orang-orang kaya saja disekitarmu. Dan terakhir, (3) meningkatnya hasil guna dan daya guna zakat. Setiap lembaga zakat sebaiknya memiliki database tentang muzakki dan mustahiq. Profil muzakki perlu didata untuk mengetahui potensi-potensi atau peluang untuk melakukan sosialisasi maupun pembinaan kepada muzakki. Muzakki adalah nasabah kita seumur hidup, maka perlu adanya perhatian dan pembinaan yang memadai guna memupuk nilai kepercayaannya. Terhadap mustahiqpun juga demikian, program pendistribusian dan pendayagunaan harus diarahkan sejauh mana mustahiq tersebut dapat meningkatkan kualitas kehidupannya, dari status mustahiq berubah menjadi muzakki.

Terdapat 2 (dua) kelembagaan pengelola zakat yang diakui pemerintah, yaitu Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ). Kedua-duanya telah mendapat payung perlindungan dari pemerintah. Wujud perlindungan pemerintah terhadap kelembagaan pengelola zakat tersebut adalah Undang-Undang RI Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, Keputusan Menteri Agama RI Nomor 581 Tahun 1999 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, serta Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji Nomor D/291 Tahun 2000 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Zakat. Di samping memberikan perlindungan hukum pemerintah juga berkewajiban memberikan pembinaan serta pengawasan terhadap kelembagaan BAZ dan LAZ di semua tingkatannya mulai di tingkat Nasional, Propinsi, Kabupaten/Kota sampai Kecamatan. Dan pemerintah berhak melakukan peninjauan ulang (pencabutan ijin) bila lembaga zakat tersebut melakukan pelanggaran-pelanggaran terhadap pengelolaan dana yang dikumpulkan masyarakat baik berupa zakat, infaq, sadaqah, dan wakaf.

Lembaga Amil Zakat (LAZ) adalah lembaga yang melayani kepentingan publik dalam penghimpunan dan penyaluran dana umat. Sebagai organisasi sektor publik tentu saja LAZ memiliki stakeholders yang sangat luas. Konsekuensinya LAZ dituntut dapat memberikan informasi mengenai pengelolaan kepada semua pihak yang berkepentingan. Kemampuan untuk memberikan informasi yang terbuka, seimbang dan merata kepada stakeholders terutama mengenai pengelolaan keuangan adalah salah satu kriteria yang menentukan tingkat akuntabilitas dan aksesibilitas lembaga. Jika keterpercayaan publik kepada lembaga tetap terjaga, maka pada akhirnya masyarakat akan terus menyalurkan dananya lewat lembaga. Benarkah demikian?

Akuntabilitas Pengelolaan Zakat

Teori asimetri informasi (information asymetry) berbicara mengenai ketidakpercayaan masyarakat terhadap organisasi sektor publik lebih disebabkan oleh kesenjangan informasi antara pihak manajemen yang memiliki akses langsung terhadap informasi dengan pihak konstituen atau masyarakat yang berada di luar manajemen. Pada tataran ini, konsep mengenai akuntabilitas dan aksesibilitas menempati kriteria yang sangat penting terkait dengan pertanggungjawaban organisasi dalam menyajikan, melaporkan dan mengungkap segala aktifitas kegiatan serta sejauh mana laporan keuangan memuat semua informasi yang relevan yang dibutuhkan oleh para pengguna dan seberapa mudah informasi tersebut diakses oleh masyarakat.

Adanya regulasi mengenai pengelolaan keuangan Organisasi Pengelola Zakat, seperti yang termaktub dalam undang-undang Zakat No.38 Tahun 1999 Bab VIII pasal 21 Ayat 1 yang dikuatkan oleh KMA Depag RI No. 581 Tahun 1999 mengenai pelaksanaan teknis atas ketersediaan audit laporan keuangan lembaga, Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 tetang Perubahan Ketiga atas UU No. 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penhasilan, Keputusan Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji Nomor D/291 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Zakat dan juga aturan yang dikeluarkan oleh PSAK (Penyusunan Standar Akuntansi Keuangan) No.45 tentang akuntansi Organisasi nirlaba, seharusnya dengan adanya aturan-aturan tesebut, pengelolaan zakat yang dilakukan oleh organisasi pengelola zakat, baik Badan Amil Zakat (BAZ) maupun Lembaga Amil Zakat (LAZ) diharapkan bisa lebih baik, sehingga kepercayaan masyarakat muzakki kepada organisasi pengelola zakat dapat meningkat. Ternyata regulasi belum bisa meyakinkan publik bahwa pengelolaan keuangan LAZ sudah dilakukan dengan semestinya.

Obyek pengaruh penerapan akuntansi dana terhadap akuntabilitas keuangan LAZ adalah dalam hal informasi yang terkandung dalam laporan keuangan yang menerapkan akuntansi dana agar lebih mudah dipahami stakeholders mengenai sumber dan penggunaan setiap dana. Sedangkan Aksesibilitas laporan keuangan mempengaruhi akuntabilitas keuangan LAZ karena informasi yang diberikan dari laporan keuangan akan kurang bermanfaat jika publik memiliki kesulitan untuk mengakses laporan tersebut.

Dengan demikian, LAZ yang akuntabel adalah lembaga yang mampu membuat laporan tahunan yang memuat semua informasi relevan yang dibutuhkan dan laporan tersebut dapat secara langsung tersedia dan aksesibel bagi para pengguna potensial. Jika informasi pengelolaan LAZ tersedia dan aksesibel, maka hal ini akan memudahkan stakeholders mendapatkannya dan melakukan pengawasan. Jika kondisinya demikian, maka pihak manajemen LAZ akan tertuntut untuk lebih akuntabel.

Prinsip-prinsip Manajemen Lembaga Pengelola Zakat yang Akuntabel

Bicara zakat, yang terpenting dan tidak boleh dilupakan adalah peran para amil zakat selaku pengemban amanah pengelolaan dana-dana itu. Jika amil zakat baik, maka tujuh asnaf mustahik lainnya insya Allah akan menjadi baik. Tapi jika amil zakat-nya tidak baik, maka jangan diharap tujuh asnaf mustahik yang lain akan menjadi baik. Itulah nilai strategisnya amil zakat. Dengan kata lain, hal terpenting dari zakat adalah bagaimana mengelolanya (manajemennya).

Tiga Kata Kunci Pengelola Zakat


Baiknya manajemen suatu organisasi pengelola zakat (OPZ) harus dapat diukur. Untuk itulah dirumuskan dengan tiga kata kunci, yaitu:
Amanah
Sifat Amanah merupakan syarat mutlak yang harus dimiliki oleh setiap amil zakat. Tanpa adanya sifat ini, hancurlah semua sistem yang dibangun. Sebagaimana hancurnya perekonomian kita yang lebih besar disebabkan karena rendahnya moral (moral hazard) dan tidak amanahnya para pelaku ekonomi. Sebaik apapun sistem yang ada, akan hancur juga jika moral pelakunya rendah. Terlebih dana yang dikelola oleh OPZ adalah dana umat. Dana yang dikelola itu secara esensi adalah milik mustahik. Dan muzakki setelah memberikan dananya kepada OPZ tidak ada keinginan sedikitpun untuk mengambil dananya lagi. Kondisi ini menuntut dimilikinya sifat amanah dari para amil zakat

Profesional
Sifat amanah belumlah cukup. Harus diimbangi dengan profesionalitas pengelolaannya. Hanya dengan profesionalitas yang tinggilah dana-dana yang dikelola akan menjadi efektif dan efisien.
 
Transparan
Dengan transparannya pengelolaan zakat, maka kita menciptakan suatu sistem kontrol yang baik, karena tidak hanya melibatkan pihak intern organisasi saja tetapi juga akan melibatkan pihak ekstern seperti para muzakki maupun masyarakat secara luas. Dan dengan transparansi inilah rasa curiga dan ketidakpercayaan masyarakat akan dapat diminimalisasi.

Tiga kata kunci tersebut kita namakan prinsip “Good Organization Governance.” Diterapkannya tiga prinsip di atas insya Allah akan membuat OPZ, baik BAZ maupun LAZ, dipercaya oleh masyarakat luas. Ketiga kata kunci di atas coba kita jabarkan lebih lanjut, sehingga dapat diimplementasikan dengan mudah. Itulah yang kita sebut dengan prinsip-prinsip dasar manajemen organisasi pengelola zakat (OPZ).
1. Aspek Kelembagaan

Dari aspek kelembagaan, sebuah OPZ seharusnya memperhatikan berbagai faktor berikut:

a. Visi dan Misi

Setiap OPZ harus memiliki visi dan misi yang jelas. Hanya dengan visi dan misi inilah maka aktivitas/kegiatan akan terarah dengan baik. Jangan sampai program yang dibuat cenderung ‘sekedar bagi-bagi uang’. Apalagi tanpa disadari dibuat program ‘pelestarian kemiskinan’.

b. Kedudukan dan Sifat Lembaga

Kedudukan OPZ dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) BAZ adalah organisasi pengelola zakat yang dibentuk oleh pemerintah, di mana pengelolanya terdiri dari unsur-unsur pemerintah (sekretaris adalah ex-officio pejabat Depag) dan masyarakat. Pembentukannya harus sesuai dengan mekanisme sebagaimana telah diatur dalam Keputusan Dirjen Bimas Islam & Urusan Haji No. D/291 Tahun 2001

2) LAZ adalah organisasi pengelola zakat yang dibentuk sepenuhnya atas prakarsa masyarakat dan merupakan badan hukum tersendiri, serta dikukuhkan oleh pemerintah.

Pengelolaan dari kedua jenis OPZ di atas haruslah bersifat:

a. Independen
Dengan dikelola secara independen, artinya lembaga ini tidak mempunyai ketergantungan kepada orang-orang tertentu atau lembaga lain. Lembaga yang demikian akan lebih leluasa untuk memberikan pertanggungjawaban kepada masyarakat donatur.

b. Netral
Karena didanai oleh masyarakat, berarti lembaga ini adalah milik masyarakat, sehingga dalam menjalankan aktivitasnya lembaga tidak boleh hanya menguntungkan golongan tertentu saja (harus berdiri di atas semua golongan). Karena jika tidak, maka tindakan itu telah menyakiti hati donatur yang berasal dari golongan lain. Sebagai akibatnya, dapat dipastikan lembaga akan ditinggalkan sebagian donatur potensialnya.

c. Tidak Berpolitik (praktis)
Lembaga jangan sampai terjebak dalam kegiatan politik praktis. Hal ini perlu dilakukan agar donatur dari partai lain yakin bahwa dana itu tidak digunakan untuk kepentingan partai politik.

d. Tidak Diskriminasi
Kekayaan dan kemiskinan bersifat universal. Di manapun, kapanpun, dan siapapun dapat menjadi kaya atau miskin. Karena itu dalam menyalurkan dananya, lembaga tidak boleh mendasarkan pada perbedaan suku atau golongan, tetapi selalu menggunakan parameter-parameter yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan, baik secara syari’ah maupun secara manajemen.Diharapkan dengan kedudukan dan sifat itu OPZ dapat tumbuh dan berkembang secara alami.

2. Legalitas dan Struktur Organisasi


Khususnya untuk LAZ, badan hukum yang dianjurkan adalah Yayasan yang terdaftar pada akta notaris dan pengadilan negeri. Struktur organisasi seramping mungkin dan disesuaikan dengan kebutuhan, sehingga organisasi akan lincah dan efisien.



3. Aspek Sumber Daya Manusia (SDM)

SDM merupakan asset yang paling berharga. Sehingga pemilihan siapa yang akan menjadi amil zakat harus dilakukan dengan hati-hati. Untuk itu perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:

a. Perubahan Paradigma: Amil Zakat adalah sebuah Profesi

Begitu mendengar pengelolaan zakat, sering yang tergambar dalam benak kita adalah pengelolaan yang tradisional, dikerjakan dengan waktu sisa, SDM-nya paruh waktu, pengelolanya tidak boleh digaji, dan seterusnya.Sudah saatnya kita merubah paradigma dan cara berpikir kita. Amil zakat adalah sebuah profesi. Konsekuensinya dia harus professional. Untuk professional, salah satunya harus bekerja purna waktu (full time). Untuk itu harus digaji secara layak, sehingga dia bisa mencurahkan segala potensinya untuk mengelola dana zakat secara baik. Jangan sampai si amil zakat masih harus mencari tambahan penghasilan, yang pada akhirnya dapat mengganggu pekerjaannya selaku amil zakat.

b. Kualifikasi SDM

Jika kita mengacu di jaman Rasulullah SAW, yang dipilih dan diangkat sebagai amil zakat merupakan orang-orang pilihan. Orang yang memiliki kualifikasi tertentu. Secara umum kualifikasi yang harus dimiliki oleh amil zakat adalah: muslim, amanah, dan paham fikih zakat. Sesuai dengan struktur organisasi di atas, berikut dipaparkan kualifikasi SDM yang dapat mengisi posisi-posisi tersebut:

4. Sistem Pengelolaan

OPZ harus memiliki sistem pengelolaan yang baik. Unsur-unsur yang harus diperhatikan adalah:

a. Memiliki sistem, prosedur dan aturan yang jelas

Sebagai sebuah lembaga, sudah seharusnya jika semua kebijakan dan ketentuan dibuat aturan mainnya secara jelas dan tertulis. Sehingga keberlangsungan lembaga tidak bergantung kepada figur seseorang, tetapi kepada sistem. Jika terjadi pergantian SDM sekalipun, aktivitas lembaga tidak akan terganggu karenanya.

b. Manajemen terbuka
Karena OPZ tergolong lembaga publik, maka sudah selayaknya jika menerapkan manajemen terbuka. Maksudnya, ada hubungan timbal balik antara amil zakat selaku pengelola dengan masyarakat. Dengan ini maka akan terjadi sistem kontrol yang melibatkan unsur luar, yaitu masyarakat itu sendiri.

c. Mempunyai rencana kerja (activity plan)
Rencana kerja disusun berdasarkan kondisi lapangan dan kemampuan sumber daya lembaga. Dengan dimilikinya rencana kerja, maka aktivitas OPZ akan terarah. Bahkan dapat dikatakan, dengan dimilikinya rencana kerja yang baik, itu berarti 50% target telah tercapai.

d. Memiliki Komite Penyaluran (lending committee)
Agar dana dapat tersalur kepada yang benar-benar berhak, maka harus ada suatu mekanisme sehingga tujuan tersebut dapat tercapai. Salah satunya adalah dibentuknya Komite Penyaluran.

Tugas dari komite ini adalah melakukan penyeleksian terhadap setiap penyaluran dana yang akan dilakukan. Apakah dana benar-benar disalurkan kepada yang berhak, sesuai dengan ketentuan syari’ah, prioritas dan kebijakan lembaga. Prioritas penyaluran perlu dilakukan. Hal ini tentunya berdasarkan survei lapangan, baik dari sisi asnaf mustahik maupun bidang garapan (ekonomi, pendidikan, da’wah, kesehatan, sosial, dan lain sebagainya). Prioritas ini harus dilakukan karena adanya keterbatasan sumber daya dan dana dari lembaga.

e. Memiliki sistem akuntansi dan manajemen keuangan
Salah satu piranti yang di butuhkan ialah model akuntansi yang mempunyai spesifikasi sesuai dengan operasional lembaga pengelola Zakat yang berbeda dari akuntansi konvensional. Akuntansi zakat mempunyai kaidah-kaidah tersendiri yang tidak terdapat pada sistem akuntansi yang selama ini sudah ada. Standar Laporan Keuangan Lembaga Pengelola Zakat biasa disebut ZAFAM “Zakat Accounting & Finance Management”.

Sebagai sebuah lembaga publik yang mengelola dana masyarakat, OPZ harus memiliki sistem akuntansi dan manajemen keuangan yang baik. Manfaatnya antara lain:
- Akuntabilitas dan transparansi lebih mudah dilakukan, karena berbagai laporan keuangan dapat lebih mudah dibuat dengan akurat dan tepat waktu
- Keamanan dana relatif lebih terjamin, karena terdapat sistem kontrol yang jelas. Semua transaksi relatif akan lebih mudah ditelusuri.
- Efisiensi dan efektivitas relatif lebih mudah dilakukan.

f. Diaudit
Sebagai bagian dari penerapan prinsip transparansi, diauditnya OPZ sudah menjadi keniscayaan. Baik oleh auditor internal maupun eksternal. Auditor internal diwakili oleh Komisi Pengawas atau internal auditor. Sedangkan auditor eksternal dapat diwakili oleh Kantor Akuntan Publik atau lembaga audit independen lainnya.

Ruang lingkup audit meliputi:

· Aspek keuangan

· Aspek kinerja lainnya (efisiensi dan efektivitas)

· Pelaksanaan prinsip-prinsip syari’ah Islam

· Penerapan peraturan perundang-undangan
g. Publikasi

Semua yang telah dilakukan harus disampaikan kepada publik, sebagai bagian dari pertanggungjawaban dan transparan-nya pengelola. Caranya dapat melalui media massa seperti surat kabar, majalah, buletin, radio, TV, dikirim langsung kepada para donatur, atau ditempel di papan pengumuman yang ada di kantor OPZ yang bersangkutan. Hal-hal yang perlu dipublikasikan antara lain laporan keuangan, laporan kegiatan, nama-nama penerima bantuan, dan lain sebagainya.

h. Perbaikan terus-menerus (continous improvement)
Hal yang tidak boleh dilupakan adalah dilakukannya peningkatan dan perbaikan secara terus-menerus tanpa henti. Karena dunia terus berubah. Orang mengatakan “Tidak ada yang tidak berubah kecuali perubahan itu sendiri.”

Oleh karena itu agar tidak dilindas jaman, kita harus terus mengadakan perbaikan. Jangan pernah puas dengan yang ada saat ini. Salah satunya perlu diadakan yang namanya “Pendidikan Profesi Berkelanjutan” bagi profesi amilin zakat ini.

Penutup
Lembaga Pengelola ZIS (LPZ), kini tak dapat lagi menganggap remeh soal pertanggungjawaban publik atas dana yang diserahkan donatur. Meski mereka merasa sebagai kewajibannya. Mengapa demikian? Pasalnya, transparansi dan akuntabilitas merupakan hal yang kerap dituntut masyarakat dari sebuah lembaga publik. Masyarakat merasa perlu mengetahui aliran dana dan kinerja lembaga tersebut. Apakah sumber daya yang mereka serahkan telah digunakan secara benar atau tidak. Sebagai lembaga umat, LPZ mesti memiliki keduanya, yang merupakan bentuk pertanggungjawaban kepada para donatur. Sekalipun dalam kenyataan, banyak donatur secara ikhlas menyerahkan dananya untuk keperluan ZIS.

Manajemen suatu organisasi pengelola zakat (OPZ) harus dapat diukur. Untuk itulah suatu OPZ haruslah memenuhi 3 kunci syarat, yaitu amanah, professional dan transparan.Agar dapat dipercaya oleh masyarakat, Lembaga Pengelola Zakat (LAZ), baik Badan Amil Zakat (BAZ) maupun Lembaga Amil Zakat (LAZ), harus menerapkan prinsip akuntabilitas dan transparansi yang meliputi meliputi kelembagaan, legalitas dan struktur organisasi, aspek sumber daya manusia serta aspek sistem pengelolaan.

Re-post from: www.elzawa-uinmaliki.org

14 April 2011

REVITALISASI BAZIS DAERAH

1 komentar | Read more...

Oleh : Rofiq Azhar S.Ag, M.Si (Ketua BAZ Kabupaten Garut)
Disampaikan pada acara Rapat Negeri Garut di Pendopo
Kamis, 14 April 2011

Beberapa hal penting yang perlu perhatian seluruh stakeholders BAZ di Kabupaten Garut sebagai salah satu kendala yang dihadapi antara lain : Pertama, Perlu adanya kerangka dan perangkat pengaturan pengelolaan zakat yang praktis baik secara administrasi, manajerial dan wawasan Fiqh zakat; Kedua, Edukasi kepada masyarakat tentang penting dan strategisnya menyalurkan zakat melalui lembaga yang terpercaya dan sangat terbatas; Ketiga, Operasional organisasi pengelola zakat yang masih belum optimal; Keempat, Pendayagunan dana ZIS dan pemberdayaan mustahiq yang perlu ditingkatkan; Kelima, Kemampuan untuk memenuhi standar operasional lembaga keuangan yang belum efektif.

Pasca dilantiknya pengurus BAZKAB Garut pada hari jum’at (20/12/2010, melalui surat keputusan Bupati No. 51.12/Kep/498.Adm Kesra/2010. Adapu agenda lanjutan dari pasca pelantikan pengurus BAZKAB Garut adalah melaksanakan RAKER (rapat kerja) selama 2 har. Adapun hasil dari RAKER tersebut menghasilkan RENSTRA (rencana strategis) BAZ Kab. Garut Periode 2010-2013.

Implemnetasi dari renstra antara lain, menghasilkan program kerja dan indicator keberhasilan. Salah satu yang sudah dilaksanakan oleh pengurus BAZ Garut, yaitu;
Pertama, Pemisahan antara fungsi kepengurusan BAZ dengan Tenaga Kesekretaritan. Kedua, Penataan system administrasi pengelolaan kantor BAZ, Ketiga, Pembuatan Buku Pedoman UPZIS Instansi, Pembuatan Media Informasi dan Publikasi ZIS berupa; Buletin Tazkia dan site BAZ Garut (http://bazkabgarut.blogspot.com) dan Keempat, sosialisasi pembentukan UPZIS.

Perlu diketahui bahwa Bupati Garut telah mengajak Kepala Dinas/Badan di lingkungan Pemkab Garut untuk membentuk UPZIS dimasing-masing instansi melalui surat No. 451.12/223/Adm-Kesra. Seiring dengan himbauan Bupati tersebut, BAZKAB Garut langsung melayangkan surat pembentukan UPZIS Instansi dengan nomor surat : 17/BAZKAB/III/2011, sebanyak 300 surat dilayangkan, namun hingga akhir ini respon dari pimpinan instansi hingga bulan maret baru 13UPZIS. Instansi tersebut, yakni :
1. Kemenag Kab. Garut,
2. Kantor Kesatuan Bangsa, Politik & Perlindungan Masyarakat,
3. Kantor Perpustakaan,
4. Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi & UKM,
5. Dinas Kehutanan,
6. Dinas Kebudayaan & Pariwisata,
7. Dinas Sosial Tenaga Kerja & Transmigrasi,
8. Badan Kepegawaian & Diklat,
9. Kantor Camat Wanaraja,
10. Kantor Camat Pasir Wangi,
11. Kantor Pos,
12. SETDA Garut dan
13. Dinas Kependudukan dan Capil.

Adapun Dinas/Instansi yang sudah menitipkan zakat profesinya ke BAZKAB Garut dari bulan januari hingga maret, antaralain : Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan, dan PDAM.Yang paling menarik adalah dari Kantor Kec. Caringin walaupun berada jauh di daerah selatan, merupahkan Kantor Kecamatan yang pertama menyetorkan zakat profesinya ke BAZ Garut sebesar Rp. 499.000,-. Di susul UPZIS Kemenag Kab. Garut pada awal bulan april ini sebesar Rp. 52.846.700,00.

BAZKAB mengucapkan selamat dan sukses kepada intansi yang telah terbentuk & berharap yg lainnya mengikuti. semoga Garut menjadi Kota Zakat termaju di Jawa Barat. (driez)

“Optimalisasi Institusi Menjadi Mandiri, Menebar Berkah Melangkah Sejahtera”

0 komentar | Read more...
Oleh: Rofiq Azhar (Ketua BAZ Kabupaten Garut)
Disampaikan pada acara Pelantikan Pengurus BAZ Kab. Garut Periode 2010-2013

Sejarah gemilang umat Islam telah tercatat dalam peradaban dunia. Bahwa Madinah Al Munawarah sebagai pusat peradaban Islam yang pertama. Islam sebagai ajaran yang universal dan integral (syamil wal mutakamil) berkembang sangat pesat dan menyebar meliputi 1/3 dunia. Ajaran Islam memiliki pengaruh yang kuat terhadap dunia dalam bidang ilmu pengetahuan, budaya dan seni, sehingga menjadi contoh dari kehidupan masyarakat yang makmur dan sejahtera.


Begitu pula dalam sejarah gemilang pengelolaan zakat pasca baginda Rasulullah SAW. Penegakkan hukum zakat diawali pada masa Khalifah Abu Bakar Siddiq dengan memerangi mereka yang ingkar zakat. Kemudian pendirian Baitul Mal masa Khalifah Umar Bin Khattab. Pengelolaan zakat di wilayah Yaman (Gubernur Muadz Bin Jabal) dan Sejarah Khalifah Umar Bin Abdul Aziz yang sulit mencari kaum fuqara dan masakin sebagai mustahiq zakat, sehingga diberikan kepada penduduk non muslim di seluruh jazirah kekhalifahan Islam.
Badan Amil Zakat Infaq Dan Shadaqah (BAZIS) sebagai organisasi pengelola ZIS yang dibentuk oleh Pemerintah Daerah terdiri dari unsur masyarakat dan Pemda dengan tugas melaksanakan pengelolaan ZIS sesuai dengan ketentuan dan syariah Islam. Adapun LAZIS adalah organisasi pengelola ZIZ yang dikukuhkan oleh Pemerintah Daerah dan sepenuhnya dibentuk oleh dan atas prakarsa masyarakat yang bergerak dibidang dakwah, pendidikan, sosial dan kemaslahatan umat islam.
Sehingga BAZIS sebagai wadah bagi seluruh warga dan umat Islam serta menjadi lembaga paling berkompeten bagi pemecahan dan menjawab setiap masalah sosial yang senantiasa timbul dan dihadapi masyarakat serta telah mendapat kepercayaan penuh, baik dari masyarakat maupun dari pemerintah.
zakat merupakan kewajiban bagi umat Islam serta menjadi pilar agama. Infaq dan shodaqoh bersifat tathowu/sunnat untuk mewujudkan keadilan sosial bagi masyarakat Kabupaten Garut khusunya.
Pandangan konvensional terhadap zakat, hanya sebatas Ibadah Mahdhoh semata, dimana Zakat yang utama adalah Zakat Fitrah hanya muncul di bulan Ramadhan menjelang idul fitri. Zakat bersifat ibadah individual dan tidak ada pengelolaan secara kelembagaan formal. Sehingga Pengelola ZIS hanya bersifat kepanitiaan tahunan, bukan kepengurusan yang memiliki tupoksi dengan periode tertentu yang berkesinambungan.
Kita dapat melihat dalam perjalanan sejarah pengelolaan zakat di Indonesia:
Pertama, dalam Tahap Personal & Tradisional, dimana muzaki langsung memberikan dana ZIS kepada mustahiq, khususnya fakir miskin dan sabilillah. Kedua, Tahap Kesadaran dan Institusionalisasi, adanya upaya optimalisasi kelembagaan amilin yang kredibel, profesional dan akuntabel dengan pendayagunaan dana ZIS. Ketiga, Tahap Sinergi dan Koordinasi seluruh stakeholder ZIS untuk membangun visi ZAKAt sebagai salah satu solusi dari krisismultidimensi bangsa ini.
Beberapa hal penting yang perlu kami sampaikan dan membutuhkan perhatian kita semua antara lain, bahwa kerangka dan perangkat pengaturan pengelolaan zakat belum lengkap dan memiliki banyak kelemahan, Edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya menyalurkan zakat melalui organisasi pengelola zakat yang masih sangat terbatas; Kurangnya pengetahuan dan pemahaman mengenai fiqh zakat kontemporer ‘muta’akhir’; Institusi pendukung yang belum lengkap dan efektif; Efisiensi operasional organisasi pengelola zakat yang masih belum optimal; Kegiatan pemberdayaan mustahiq yang masih perlu ditingkatkan; Kemampuan untuk memenuhi standar operasional lembaga keuangan khususnya BAZIS Kabupaten Garut. Perlu segera kita sikapi bersama dan ada tindak lanjutnya.
Stakeholedr Zakat mulai calon MUZAKKI yang mengeluarkan zakat melalui lembaga pengelola zakat yang diamanahkan kepada BAZIS. LEMBAGA PENGELOLA ZAKAT mampu mengelola secara Amanah, Profesional, Transparan, & Akuntabel. PEMERINTAH membuat peraturan dan regulasi yang kondusif dan Supporting. Serta Alim ULAMA membuat Fatwa-Fatwa terkait Zakat dan turut dalam mensosialisasika. Terakhir Mustahiq sebagai penerima manfaat dana ZIS untuk digunakan secara tepat baik konsumtif maupun produktif sesuai kapasitas dan karakter masing masing mustahiq.
Visi BAZIS Kab. Garut ; Institusi Mandiri Menuju Warga Sejahtera ” dengan Misi, Membangun lembaga dan sistem manajemen zakat yang profesional dan akuntabel. Meningkatkan kesadaran warga peduli zakat, infaq dan shadaqah serta Meningkatkan peran zakat sebagai wujud partisipasi pembangunan daerah bidang kesejahteraan dan kemandirian warga.
Potret Kabupaten Garut dalam angka tahun 2010 memiliki jumlah penduduk 2,3 juta jiwa, dengan 568.608 KK. Rata-rata 777 jiwa/KK dengan 4 - 5 orang sebagai tanggungan kepala keluarga dengan sebaran tidak merata.
Jumlah keluarga fakir miskin sebanyak 236.931 KK, Jumlah Keluarga Pra-KS 183.375 (2009^) tahun sebelumnya 157.567 KK (2008). Jumlah pencari lapangan kerja (Penganggur) 23.919 0rang. Sementara daya tampung 204 orang. Usia produktif antara usia 20 – 44 tahun sebanyak 906.265 orang. Pekerjaan bertumpu pada sektor pertanian hingga mencapai 38,63% sisanya industri, perdagangan, jasa dan lainnya.
Ada sebanyak 208.216 Balita, potret gizi buruk tidak ada data ?. terdapat 22.294 balita terlantar, 45.656 anak terlantar serta perempuan rawan sosial 18.683 orang.
Pada aspek pendidikan jumlah murid SD/MI negeri/swasta 359547 siswa, jumlah SMP/MTs negeri/swasta 131176 siswa dan jumlah SMU/SMK/MA negeri / swasta 51567 siswa.
Pada aspek kesehatan warga sakit yang dilayani Rawat Inap sebanyak 31.403 orang dan kunjungan ke RSU 272.418 orang.
Semua ini merupakan tantangan bagi kita semua untuk segera dapat memenuhi hak dasar mereka sebagai warga negara dan kaum muslim di sekitar kita. Tentu saja dengan strategi dan pendekatan yang tepat dan akurat.
Akan tetapi, tentu saja, setiap permasalahan pasti ada jawaban, atau solusi yang dapat kita tawarkan kepada seluruh stakeholder pembangunan daerah, terutama dalam penggalangan dana. Tentu tidak bisa dijawab hanya dengan mengandalkan APBD tetapi bertumpu pada penggalangan dana ZIS warga muslim di kabubaten Garut, untuk memulai, memberi dan berbagi.
Perlu kami sampaikan juga bahwa Potensi ZIS dari khususnya zakat profesi khusus PNS, terdapat jumlah 20.988 mulai Gol 1A- IVD. Berjumlah 15.683 untuk Gol IIIA- IVA dari seluruh 34 unit kerja Dinas, Badan, Kantor, Kecamatan dan Kelurahan. Tenaga fungsional sebanyak 13.990 orang, terbanyak dari DISDIK.
Sementara potensi Zakat Maal khususnya Padi terdapat potensi lahan sawah irigasi & tadah hujan sebanyak 44.191ha dengan produksi mencapai 724.062 ton. Berapa zakat yang mesti terkumpul dimasing2 desa jika hanya 5 % dari zakat padi tersebut ? Tentu, BAZIS pun mampu berkontribusi dalam menjaga Ketahanan Pangan Warga desa, sehingga Garut terbebas dari rawan pangan, sekalipun belum tentu bebas dari rawan bencana alam.
Dan potensi lain sebagai penggerak dana ZIS yang berfungsi motivator, mobilisator sekaligus sebagai pengawas adalah dari para alim ulama dengan jumlah 2688 ulama, 5802 Mubaligh, 8730 Khotib, 10.178 Guru ngaji dan penyuluh agama 375 orang. Pondok Pesantren 1038 buah sebagai basis pemberdayaan umat. Sungguh luar biasa ?!
Permasalahan Internal BAZIS Garut yang dihadapi adalah Keterbatasan dan keragaman kapasitas dan kapabilitas SDM yang belum sinergis. Lemahnya pola koordinasi dalam implementasi pengelolaan ZIS baik intra maupun mitra BAZIS. Tidak memiliki sistem administrasi kesekretariatan yang terstandar serta panduan atau pedoman Pengelolaan ZIS. Belum tersedianya data base Muzakki dan Mustahiq. Model dan pola pendayagunaan dana ZIS yang efektif dalam pemberdayaan mustahiq potensial. Kurang sosialisasi / internalisasi perubahan paradigma, sistem dan mekanisme pengelolaan ZIS. Keterbatasan sarana dan prasarana dalam penataan kelembagaan BAZIS.
Juga Permasalahan Eksternal yang dihadapi adalah Pemahaman Fiqh Zakat yang masih beragam. Dukungan spirit dan moril ulama dan tokoh masyarakat terhadap BAZIS belum optimal. Masih rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga BAZIS. Stabilitas dan kontinuitas dukungan pemerintahan masih fluktuatif khususnya terhadap upaya penanggulangan kemiskinan berbasis potensi ZIS.
Maka profesionalitas Amil Zakat menjadi keniscayaan yang ditopang dengan kode etik amil zakat. Pengembangan pendidikan, pelatihan dan penelitian amil zakat, sertifikasi Amil Zakat serta adanya Ikatan Profesi Amil Zakat yang terstandar baik nasional maupun internasional. BAZIS Kabupaten Garut mempunyai peran amat penting dan strategis dalam menentukan pilihan-pilihan terbaik untuk berperan serta dalam menata masa depan kehidupan umat yang lebih baik. Dalam menentukan pilihan-pilihan tersebut, yakni menetapkan kebijakan program kerja BAZIS Kabupaten.
Kebijakan Umum BAZIS adalah penataan kelembagaan BAZIS (Kabupaten, Kecamatan, BM ZIS dan UP-ZIS desa / Instansi) melalui peran aktif masyarakat. Penyusunan Pedoman administrasi pelaksanaan ZIS serta data base muzakki / mustahiq. Optimalisasi peran dan fungsi BAZIS Kabupaten dalam internalisasi / sosialisasi program BAZIS. Peningkatan koordinasi antara BAZIS dan ulama dalam pendataan potensi muzakki dan mustahiq. Intensifikasi pendistribusian zakat, infaq dan shadaqah melalui penguatan kelembagaan BM ZIS serta pola pendayagunaan yang tepat guna dan bernilai guna. Mempersiapkan BAZIS sebagai Institusi MAndiri sebagai Badan Layanan Umum Daerah
Mungkin saja lebih baik berbuat dengan disertai keniscayaan kelemahan dan kekurangan. Lebih baik berbuat tanpa tujuan, daripada ada tujuan tidak pernah dijalankan. Tentunya, yang kita pilih adalah kita punya program dan tujuan yang mesti dilaksanakan. Juga, kegagalan dalam perencanaan adalah sama dengan merencanakan kegagalan. (driez)

Pemikiran Yusuf Al- Qardawy Mengenai Ekonomi Islam dan Kemiskinan

0 komentar | Read more...
Islam menyatakan perang dengan kemiskinan, dari berusaha keras membendungnya, serta mengawasi berbagai kemungkinan yang dapat menimbulkannya, guna menyelamatkan aqidah, akhlak dan perbuatan memelihara kehidupan rumah tangga, dan melindungi kesetabilan serta ketentraman masyarakat. Di samping itu untuk mewujudkan jiwa persaudaraan antara sesama anggota masyarakat.

Demikian juga dengan apa yang dikemukakan oleh Yusuf al- Qordawy, bahwa kemiskinan ini bisa terentaskan kalau setiap individu mencapai taraf hidup yang layak didalam masyarakat. Dan untuk mencapai taraf hidup yang diidealkan itu islam memberikan kontribusi berbagai cara dengan jalan sebagai berikut.

1. Bekerja
Setiap orang yang hidup dalam masyarakat Islam, diharuskan bekerja dan diperhatikan berkelana dipermukaan bumi ini. Serta diperintahkan makan dari rizki Allah. Sebagaimana disebutkan dalam QS. Al-Mulk : 15 :
Artinya : “Dialah yang menjadikan bumi itu rumah bagimu, maka berjalanlah disegala penjurunya dan makanlah sebagian rizki-Nya”.
Bekerja merupakan suatu yang utama untuk memerangi kemiskinan, modal pokok untuk menvapai kekayaan, dan faktor dominan dalam menciptakan kemakmuran dunia. Dalam tugas ini, Allah telah memilih manusia unbtuk mengelola bumi, sebagaimana yang telah dinyatakan oleh Allah, bahwa hal itu pernah diajarkan oleh Nabi Saleh a.s kepada kaumnya, QS. Hud: 61:
Artinya : “Wahai Kaumku ! sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu tuhan, melainkan dia. Dia telah menciptakan kamu dari tanah (liat) dan menjadikan kamu sebagai pemakmurmu”.

2. Mencukupi keluarga yang lemah
Sudah menjadi dasar pokok dalam syari’at Islam, bahwa setiap individu harus harus memerangi kemiskinan dengan mempergunakan senjatanya, yaitu dengan bekerja dan berusaha. Di balik itu, apa dosa orang-orang lemah yang tidak mampu bekerja? Apa dosa para janda yang ditinggal para suaminya dalam keadaan tidak berharta? Apa dosa anak-anak yang masih kecil dan orang tuanya yang sudah lanjut usia? Apa dosa orang cacat selamanya, sakit dan lumpuh? sehingga mereka semua kehilangan pekerjaannya? apakah mereka dibiarkan begitu saja karena bencana tengah melanda dan menimpa mereka, sehingga mereka terlantar dalam kehidupan yang tidak menentu? Melihat realitas di atas Islam tidak menutup mata, namun Islam justru mengentaskan mereka dari lembah kemiskinan dan kemelaratan, serta menghindari mereka dari perbuatan rendah dan hina, seperti mengemis dfan meminta-minta.

Pertama-tama konsep yang yang dikemukakan untuk menanggulangi hal itu adalah adanya jaminan antara anggota suatu rumpun keluarga, Islam telah menjadikan antara anggota keluarga saling menjamin dan mencukupi. Sebagian meringankan penderitaan anggota yang lain. Yang kuat membantu yang lemah, yang kaya menvukupi yang miskin, yang mampu memperkuat yang tidak mampu, karena itu hubungan yang mengikat mereka.

Faktor kasih sayang, cinta mencintai, dan saling membantu adalah ikatan serumpun kerabat. Demikinlah sebenarnya hakekat hubungan alami. Hal ini telah didukung oleh kebenaran syari’at Islam, sebagaimana yang disebutkan dalm QS. Al- Anfal: 75:
Artinya: “Dan anggota keluarga, sebagiannya lebih berhak terhadap anggota keluarga yang lain, menurut kitab Allah”.

3. Zakat
Islam mewajibkan setiap orang sehat dan kuat, untuk bekerja dan berusaha mencapai rizki Allah, guna menccukupi dirinya dan keluarganya, sehingga sanggup mendermakan hartanya di jalan Allah. Bagi orang yang tidak mampu berusaha dan tidak sanggup bekerja, serta tidak mempunyai harta warisan atau simpanan guna mencukupi kebutuhan hidupnya, ia berhak mendapatkan jaminan dari keluarganya yang mampu. Keluarga yang mampu tadi berkewajiban memberikan bantuan serta bertanggung jawab terhadap nasib keluarga yang miskin.
Namun demikian, tidak semua fakir miskin mempunyai keluarga yang mampu dan sanggup memberi bantuan. Apakah kiranya yang akan dibuat oleh fakir miskin yang malang itu? Apakah mereka dibiarkan begitu saja, hidup dibawah tekanan kemelaratan dan ancaman kelaparan, sedangkan masyarakat disekitarnya yang didalamnya terdapat orang-orang kaya, hanya menyaksikan penderitaan mereka?.

Islam tidak akan membiarkan begitu saja nasib fakir miskin yang terlantar. Sesungguhnya allah SWT telah menetapkan bagi mereka suatu hak tertentu di dalam harta orang-orang kaya, dan suatu bagian yang tetap dan pasti, yaitu zakat. Sasaran utama bagi zakat itu adalah untuk mencukupi kebutuhan orang-orang miskin. Di samping zakat juga masih ada hak-hak material lain, yang wajib di penuhi oleh orang Islam, karena berbagai sebab dan hubungan. Kesemuanya itu merupakan sumberdana bantuan bagi orang-orang fakir dan miskin merupakan kekuatan untuk mengusir kemiskinan dari tubuh masyarakat Islam. Hak- hak tersebut diantaranya adalah :
a. Hak bertetangga
b. Korban Hari Raya Haji
c. Melanggar Sumpah
d. Kafarah sumpah
e. Kafarah Dihar
f. Kafarah
g. Fidyah bagi yang lanjut usia
h. Al- Hadyu (pelanggaran dalam ibadah haji)
i. Hak tanaman pada saat mengentan
j. Hak mencukupi fakir miskin.

4. Al-Khizanah al-Islamiyah (sumber Material dalam Islam atau Baitul Mal)
Apabila dalam distribisi kekayaan yang diambil dari zakat untuk para fakir miskin tidak mencukupi, maka dapat diambil dari persediaan dari sumber material yang lain. Sumber material yang dimaksud adalah Khizanah al- Islamiyah. Sumber-sumber material dalam Islam disini meliputi hak milik negara dan kekayaan-kekayaan umum, yang dikelola dan diurus oleh pemerintah, baik yang digarap langsaung maupun yang dikerjakan bersama, seperti harta wakaf, sumber kekayaan alam, dan barang tambang yang ditetapkan dalam Islam.

Sebagian besar ahli fiqih Islam sangat berhati-hati dalam menyelamatkan hak fakir miskin dalam hubungannya dengan harta zakat. Karena itu, mereka tidak membolehkan harta zakat itu seluruhnya atau sebagian dipergunakan untuk kepentingan umum. Misalnya, untuk pembiayaan angkatan perang atau keperluan-keperluan lainnya yang serupa, meski pada saat itu kas anggaran belanja induk mengalami minus. Sedangkan kas anggaran belanja zakat dalam keadaan surplus. Kecuali dengan jalan pinjaman atas nama kas anggaran belanja induk, yang nantinya setelah kas anggaran belanja iru surplus kembali, pinjaman itu harus dikembalikan kepada kas anggaran belanja zakat.

Kekayaan itu harus dipegang dan dikuasai oleh pemerintah agar seluruh rakyat bisa menikmati manfaatnya. Segala sesuatu yang merupakan pemasukan Khizanah al-Islamiyah merupakan sumber bantuan bagi orang-orang miskin, manakala pemasukan dan zakat tidak mencukupi para fakir miskin. Khizanah al-islamiyah ini sangat penting keberadaannya karena, ketika di antara kaum muslimin orang-orang fakir dan miskin
membutuhkan bantuan, sedangkan kas sedekah (zakat) mengalami kekosongan. Dalam hal ini seorang imam (kepala negara) boleh mengambil uang khas harta pajak untuk memenuhi kebutuhan mereka tersebut. Pinjaman itu tidak perlu dinyatakan sebagai pinjaman yang harus dibayar oleh khas sedekah. Dari baitul mal ini sesungguhnya merupakan persediaan paling terakhir setiap orang fakir dan orang-orang yang berkekurangan. Karena itu baitul mal milik semua orang, bukan milik seorang amir (pimpinan/kepala negara) atau kelompok orang-orang tertentu.

5. Shodaqoh
Islam juga berusaha membentuk pribadi yang luhur, dermawan, dan murah hati. Pribadi yang luhur adalah insan yang suka memberikan lebih dari apa yang diminta, suka mendermakan lebih dari apa yang diwajibkan. Ia suka memberikan sesuatu, kendati tidak diminta dan tidak dituntu terlebih dahulu. Ia suka berderma (memberi infaq) dikala siang maupun malam.

Sebab itulah, telah turun sejumlah al-qur’an yang agung dan hadits Rasulullah yang mulia sebagai pembawa berita gembira dan penyampaian ancaman siksa, pembangkit dan penggerak gairah kerja, pendorong kearah ikhlas, berjuang, dan berderma serta pencegah sikap-sikap kikir dan bakhil. Sebagaimana Allah berfirman dalam QS. Al-baqarah (2): 245:
Artinya: “Siapa saja yang mau meminjamkan kepada Allah dengan satu pinjaman yang baik, ia akan mengadakan (pembayaran) itu dengan berlipat ganda. Sebab, Allah-lah yang menyempitkan dan meluakan rizki, dan kepadanyalah kalian dikendalikan”.
Allah berfirman dalam QS. Al-Insan: 8- 10, yang berbunyi;
Artinya : “Dan mereka memberi makanan yang diseganinya, kepada orang-orang miskin, dan anak-anak yatim, dan orang tawanan. Sesungguhnya kami tidak memberi makanan kepada kamu melainkan karena Allah, kami tidak mengharap dari kamu balasan dan ucapan terimakasih. Sesungguhnya kami takit akan adzab Tuhan kami pada suatu hari yang (di hari itu) orang-orang yang bermuka masam penuh kesulitan”.

Re-posting from: http://zonaekis.com