ZAKAT DAN KESEJAHTERAAN UMAT

31 Maret 2011

Foto: Ilustrasi
PENDAHULUAN
Sebagai dien (way of life) yang lengkap dan sempurna, Islam mengatur kehidupan manusia dari tidur hingga berangkat tidur lagi, dari ubudiyah hingga sosial kemasyarakatan yang utuh dan tak dapat dipisahkan. Setidaknya ada 37 ayat mengenai perintah zakat yang hampir selalu disandingkan dengan perintah sholat. Hal ini menggambarkan bahwa perintah ubudiyah merupakan satu paket dengan perintah bermasyarakat. Abu bakar ash-siddiq r.a berkata: Barang siapa yang membedakan kewajiban zakat dan shalat serta tidak membayar zakat maka aku akan memeranginya.

Islam mengatur hubungan antar manusia begitu indah dengan konsep-konsep kemanusiaannya. Islam diturunkan bukan untuk menghilangkan keberadaan para fakir miskin karena keberadaan si kaya dan si miskin adalah keniscayaan dalam sebuah kehidupan. Islam dengan syariatnya datang untuk mencegah terjadinya jurang kesenjangan yang sangat lebar dan memastikan terjadinya kesejahteraan dengan menjamin terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan pokok para fakir miskin.
Allah berfirman dalam surat al-anam ayat 53, Dan demikianlah telah Kami uji sebahagian mereka (orang-orang kaya) dengan sebahagian mereka (orang-orang miskin), supaya (orang-orang yang kaya itu) berkata: “Orang-orang semacam inikah di antara kita yang diberi anugerah Allah kepada mereka?” (Allah berfirman): “Tidakkah Allah lebih mengetahui tentang orang-orang yang bersyukur (kepadaNya)?”br /> Kaya dan miskin dalam Islam hanyalah merupakan status sosial saja yang tidak menentukan kesuksesan dan kemuliaan seseorang karena sukses dan kemuliaan dipandang dari seberapa besar taqwanya kepada Allah SWT. Sebagaimana Allah SWT firmankan dalam surat al-hujarat ayat: 13, “Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.

KEUTAMAAN ZAKAT
Berbeda dengan konsep kapitalisme yang sangat menjunjung tinggi hak kepemilikan individu dalam harta, atau sosialisme, yang sebaliknya, sama sekali tidak mengakui adanya hak kepemilikan individu dalam harta maka Islam berada diantara dua sisi ekstrem tersebut. Islam sangat menjunjung tinggi hak individu pada harta bahkan orang yang mati karena membela hartanya digolongkan dalam mati syahid.
Akan tetapi, ketika harta yang dimiliki itu mencapai nishab (batas jumlah tertentu) dan haulnya (waktu kepemilikan) maka pada saat itu akan timbul kewajiban untuk memberikan sebagiannya kepada orang yang berhak (8 golongan) sebagaiman dirinci oleh Allah SWT dalam surah at-taubah ayat 60. �Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Rasyid ridho mengatakan sehubungan dengan syariah zakat ini: Sesungguhnya Islam memiliki keunggulan yang tidak dimiliki oleh agama dan perundang-undangan manapun. Keunggulan tersebut tiada lain adalah kewajiban zakat.
Perintah zakat dalam Islam bukan sekedar membantu para kaum mustadhafin saja melainkan bertujuan agar manusia lebih tinggi nilainya dari harta benda, agar manusia menjadi penguasa harta bukan budak atas harta yang dimilikinya. Dengan demikian kepentingan terhadap pemberi sama dengan kepentingan terhadap penerima.
Konsep ini mendudukkan si kaya dan miskin dalam posisi yang sama. Tidak ada yang lebih istimewa diantara mereka. Si miskin dengan kebaikan para aghniya bekerja keras untuk memperbaiki kualitas hidup dan keluarganya, sedangkan si kaya dengan zakatnya dibersihkan jiwanya dari sifat kikir,rakus dan kesombongan. Memberikan kesadaran bahwa harta yang dimiliknya adalah titipan Allah SWT yang akan dipertanggungjawabkannya di akhirat kelak.
Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat At-taubah ayat 103. Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
Rasululloh SAW dalam HR. At-thabrani menggambarkan bahwasanya sifat kekikiran adalah penyakit yang dapat merusak manusia atau penyakit yang dapat memutuskan tali persaudaraan (HR. Abu Daud dan Nasai). Oleh karenanya, beruntunglah orang-orang yang diselamatkan dari sifat kekikiran. (QS. Al-hasyr (59) ayat 9)
Seorang orientalis bernama Masinium, berkata: Sesungguhnya Islam memiliki potensi yang mampu menunjang terbentuknya konsep persamaan. Yaitu, kewajiban zakat yang harus dibayarkan seorang individu ke baitul mal. Islam dengan zakatnya dapat memberantas pinjaman-pinjaman yang berbunga tinggi (riba), dan pajak-pajak gelap yang dikenakan pada kebutuhan-kebutuhan asasi yang amat mendesak. Dan dalam waktu yang sama, Islam juga berpijak pada sektor hak milik individu dan modal perdagangan.

ZAKAT DAN KESEJAHTERAAN UMAT
Pada masa kejayaan Islam, banyak fakta sejarah yang menunjukkan bahwa kesejahteraan dapat tercapai. Umar bin Khattab r.a. pernah menjadikan Yaman sebagai satu propinsi yang sejahtera dimana tidak lagi ditemukan adanya para mustahik. Hal ini dibuktikan dengan fakta bahwa Gubernur Yaman waktu itu, Mu’adz bin Jabal, mengirim sepertiga dari total hasil zakat dari provinsi itu ke Madinah, separuh di tahun berikutnya, dan semua hasil di tahun ketiga. Zakat dikirim ke Ibu Kota setelah tidak bisa dibagi lagi didalam propinsi. Bukti kedua antara lain juga terjadi pada dua tahun masa kepemimpinan Umar bin Abdul Aziz, dimana pada waktu itu sudah tidak diketemukan lagi mustahik dalam negara (Monzer Kahf, 1999).
Ustadz Yusuf Al-Qaradhawy menjelaskan bagaimana zakat dapat mensejahterakan umat dengan terlebih dahulu mengidentifikasi problematika umat seraya memberikan solusinya. Beberapa problematika masyarakat yang disorot oleh Yusuf Al-Qaradhawy dimana zakat seharusnya dapat banyak berperan adalah sebagai berikut:
a. Problematika kesenjangan antara kaya dan miskin.
Zakat bertujuan meluaskan dan memperbanyak jumlah pemilik harta sehingga harta tidak hanya berputar pada golongan atau orang tertentu sahaja. Sebgaimana firman Allah dalam surat Al-Hasyr ayat 57, “Supaya harta itu jangan berputar diantara orang-orang kaya saja diantara kamu�E

Islam mengakui adanya perbedaan pemilikan berdasarkan perbedaan kemampuan dan kekuatan yang dimiliki manusia. Namun Islam tidak menghendaki adanya jurang perbedaan yang semakin lebar, sebaliknya Islam mengatur agar perbedaan yang ada mengantarkan masyarakat dalam kehidupan yang harmonis, yang kaya membantu yang miskin dari segi harta, yang miskin membantu yang kaya dari segi lainnya.

b. Problematika Meminta-minta.
Islam mendidik ummatnya untuk tidak meminta-minta, dimana hal ini akan menjadi suatu yang haram bila dijumpai si peminta tersebut dalam kondisi berkecukupan (ukuran cukup menurut hadits adalah mencukupi untuk makan pagi dan sore). Disisi lain Islam berusaha mengobati problematika orang yang meminta karena kebutuhan yang mendesak, dengan dua cara :
1..Menyediakan lapangan pekerjaan, alat dan ketrampilan bagi orang yang mampu bekerja
2..Jaminan kehidupan bagi orang yang tidak sanggup bekerja.

c. Problematika Dengki dan Rusaknya Hubungan dengan Sesama.
Persaudaraan adalah tujuan Islam yang asasi, dan setiap ada sengketa hendaknya ada yang berusaha mendamaikan (QS 49:9-10). Rintangan dana dalam proses pendamaian tersebut seharusnya dapat dibayarkan melalui zakat, sehingga orang yang tidak kaya pun dapat berinisiatif sebagai juru damai.

d. Problematika Bencana.
Orang kaya pun suatu saat bisa menjadi fakir karena adanya bencana. Islam melalui mekanisme zakat seharusnya memeberikan pengamanan bagi ummat yang terkena bencana (sistem asuransi Islam), sehingga mereka dapat kembali pada suatu tingkat kehidupan yang layak.

e. Problematika Membujang.
Banyak orang membujang dikarenakan ketidakmampuan dalam hal harta untuk menikah. Islam menganjurkan ummatnya kawin yang juga merupakan benteng kesucian. Mekanisme zakat dapat berperan untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

f. Problematikan Pengungsi.
Rumah tempat berteduh juga merupakan kebutuhan primer disamping makanan dan pakaian. Zakat seharusnya menjadi unsur penolong pertama dalam menangani masalah pengungsi ini.

Dalam perspektif ekonomi makro, peran zakat menjamin terjadinya perputaran ekonomi pada kondisi minimal dengan multipiler effectnya karena zakat dapat melipat gandakan harta masyarakat. Proses pelipatgandaan ini dimungkinkan dengan cara meningkatkan permintan dan penawaran di pasar yang kemudian mendorong pertumbuhan ekonomi dan pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Peningkatan permintaan terjadi karena perekonomian mengakomodasi golongan manusia tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan minimalnya, sehingga volume dan pelaku pasar dari sisi permintaan meningkat. Distribusi zakat pada golongan masyarakat kurang mampu akan menjadi pendapatan yang membuat mereka mamiliki daya beli atau memiliki akses pada perekonomian. Sementara itu, peningkatan penawaran terjadi karena zakat memberikan disinsentif bagi penumpukan harta diam (tidak diusahakan atau idle) dengan mengenakan potongan, sehingga mendorong harta untuk diusahakan dan dialirkan untuk investasi di sektor riil. Pada akhirnya, zakat berperan besar dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara makro.

Dengan adanya mekanisme zakat, aktivitas ekonomi dalam kondisi terburuk sekalipun dapat dipastikan akan dapat berjalan paling tidak pada tingkat yang minimal untuk memenuhi kebutuhan primer. Oleh karena itu, instrumen zakat dapat digunakan sebagai perisai terakhir bagi perekonomian agar tidak terpuruk pada kondisi krisis dimana kemampuan konsumsi mengalami stagnasi (underconsumption). Zakat memungkinkan perekonomian terus berjalan pada tingkat yang minimum, karena kebutuhan konsumsi minimum dijamin oleh dana zakat.

PENUTUP
Zakat dengan segala keutamaannya memberikan garansi kehidupan tidak hanya bagi kaum mustadhafiin tetapi juga kepada para aghniya sehingga perintah zakat memiliki posisi yang sejajar dengan perintah sholat. Garansi kehidupan ini terjadi karena zakat mampu meredam terjadinya gejolak ekonomi yang makin menyengsarakan kaum dhuafa yang mendorong terjadinya gejolak sosial (chaos) yang membahayakan harta dan usaha para aghniya.
Kedudukannya yang sangat penting, membuat Allah SWT mengingatkan dengan sangat keras para pembangkang zakat dalam Al-quran dalam surat At-taubah ayat 35. “(Ingatlah) Pada hari ketika emas dan perak dipanaskan dalam neraka jahanam, lalu dengan itu disetrika dahi, lambung dan punggung mereka (seraya dikatakan) kepada mereka, Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah (akibat dari) apa yang kamu simpan itu”
Wallohu alam Bisshowab
(Disadur dari berbagai sumber)

Re-posting from: www.139center.unpad.ac.id

1 komentar:

  • Anonim says:
    2 Februari 2012 pukul 17.30

    selamat dan sukses selalu

Posting Komentar

Comment Please!